Kamis, 31 Desember 2009

WAHN

john wage saleh

Dia tawarkan kepada kita:
butir kristal, bongkah emas dan sebidang sawah yang subur dan hijau.
apakah kita akan merindukanya selalu
jika dinding yang kita dirikan tinggi tingii lagi kokoh, alas tidur yang selalu menggiring mimpi mimpi birahi dunia kita dan bunyi radio yang meredam dalam dalam suara adzan selalu ingin membuka jalan oanjang hasrat batu kita

Dia tawarkan kepada kita:
ruang putih beraroma zat kimia dengan gantungan infuseyang mengalirkan pada lemas tangan kita, tablet tablet biru yang harus kita minum tiga kali sehari dan bayang bayang nalaikat maut menggelayut dengan padangan sinis diatas pelipis kita.
lantas mengapa rindu kita tiba tiba mnguap seperti waktu siang di lautan. justru ketika rasa itu akan tumpah dalam keindahan pertemuan kta denganNya. rasa takut kita memekik, Pucat.

Amat dekatkah kiamat itu? sedang kita masih berputran dalam hiruk mimpi kita sendiri sendiri.

jogja, 2009

CEMAS KAU AKU

john wage saleh

angin turun dari gunung membawa bongkah bongkah batu
menimpa batang cemara
menjadi duka

mendung berbondong-bondong merendah
usai kemarau hujan turun
menjadi suka

sementara disini,
angin dan mendung masih terjebak di lazuardi

daun daun terbang mencari kubur duka
sementara denyut ombak di muara menggali suka

kau aku cemas
melukis musim dibawah payung.

Mrican, 2008

Selasa, 29 Desember 2009

LAYLA

john wage saleh

Layla
kuseru namamu malam ini karena
aku bermimpi mati
kau dimana sayang?

Kasih datanglah
tatap aku
peluklah aku
dan dengarlah riwayat kerinduanku selama ini
yang selalu kutafsirkan dengan air mata
tanpa kata kata

Kasih datanglah
kuseru namamu malam ini
kuseru namamu
Layla
kau dimana?

aku akan menceritakan mimpi-mimpiku
yang selalu hadir mengusik kekekalan cinta kita
yang selalu membuatku kalang kabut dan putus asa
lalu kupeluk kau erat di musim yang sekarat
dan kusandarkan kepalaku dihatimu erat

Layla datanglah
yakinkan aku
karena mimpi matiku yang tadi
adalah mati untukmu.

Jogja, 2009

SAJAK LINGKUNGAN

DONGENG PARAS JAMRUD

john wage saleh

Pandangan kita menciumi aroma wangi hujan
Di tubuh bumi:
Peluh dingin berjatuhan
Segar bau debu
Dan sinar matahari
Binar- binar
Tertahan di lazuardi
Seperti detak dongeng yang kita gali dari kantong nenek moyang di masa silam. Keikhlasan wajah jamrud menampung musim hujan yang hinggap di dahan pepohonan mebasuh paras negeri ini
Mengerlingkan kasih dari bening butir-butir hujan itu

desir angin
memanjati tebing-tebing
pegunungan membelai
wajah bumi
tembus kedalam nurani kita

Terserah. Genggam tajam kapak
atau butir-butir benih pohonkah
yang akan kita pilih?

Berkaca di samudera: pandanglah
Di negeri tropis ini
Musim semakin sulit dieja
Seperti membaca maut
Tanah-tanah tandus. Tak pernah tidur.
Tak mengerti dan memaki ulah kita
Berpusingan mencari suku kata
Dalam telegram yang akan dikirim untuk kita.

Sekarat raut pandang
Tersambar deras arus air bah. membuncah-buncah.
Bagaimana kelak kita merangkai dongeng
untuk anak cucu kita?

Jasad lesu terbakar dicakrawala
meleleh oleh polutan
mengalir dari udara pekat

lantas saksikan anak cucu kita
mengais masadepan mereka yang tercekik
dibawah terik
mata kita terbelalak mengintip mereka dari langit yang sobek

Jogja, 2009


PENUH SESAK BERHIMPITAN RAMBU-RAMBU

john wage saleh

Dari atas langit
terdengar jerit memekik
dari lapisan ozon yang sekarat menganga
seluruh penjuru dunia kalang kabut
diterror udara yang
panas
menyengat
sementara para cukong
kian rajin membalak
berkacak pinggang dan tertawa
melihat jutaan gelondong kayu diangkut keluar negeri

bukit-bukit gersang dipenuhi bangunan plester
pohon-pohon merana
ranting-ranting merana
daun-daun merana
merindukan hujan dari sebalik do’a para pembenci hujan
lereng-lereng semakin licin
menggelincirkan murka air

air meradang
menenggelamkan, menggilas mimpi-mimpi panjang
kelestarian tata kosmos keseimbangan semesta

dan di kota hiruk pikuk kendaraan bermotor dan bangunan industri
berlomba memompa asap pekat

bising meledak
meredam nyanyian burung-burung pagi
meredam jerit lapisan ozon
meredam bunyi sangkakala yang ditiup mikail
meredam kepedulian
lantas
menghempaskanya
ke udara

kita dihadapkan pada satu labirin panjang
tanpa ujung
tanpa pilihan
tetapi penuh sesak berhimpitan rambu-rambu.



Jogja,2009

Senin, 28 Desember 2009

PURNAMA KOLAM

John Wage Saleh

bulan diatas kolam
bercak cahaya dicumbui genang air

dalam kesempurnaan keheningan malam semua pintu dan jendela telah terbuka
kau datang membawa denting kecapi dan alunan gending jerami
lalu lahir kisah dalam kolam tentang purnama yang terbentuk tiba-tiba

sewaktu kemudian, tanganmu mencakar-cakar kolam
mencabiknya menjadi debur ombak
purnama pun remuk berkeping-keping

kau memintanya singgah di embun

aku berjalan memungut perca-perca purnama
membaca detak bibirmu

pintu dan jendela masih terbuka
menunggu dan menerka
teka teki kedatanganmu di tepi kolam dibawah gerhana.

jogja, 2008

KUCING JANTAN KECIL ABU ABU

john wage saleh

Kalau ada menemukan kucing jantan kecil abu abu
Tolong antarkan dia pulang

Setelah bermimpi menjadi harimau malam lalu
Dibawah kolong ranjang
Ia berkumpul bersama kucing kucing
Selepas malam
Ia akan pergi

Ia mengeluhkan tubuhnya yang mungil
Wajah yang lucu
Dan bulu yang lembut juga cakar dan taringnya yang tajam
namun tak terlihat menakutkan

Ada yang tertawa
Ada yang berkelakar seperti anggapan gila
Ada yang diam sedikit ragu untuk mengiyakanya
Lalu satu dari mereka mengiau

”hey...Kami juga mimpi tapi tidak menjadi harimau
tau juga menjadi beruang
kami tak alpha tabiat baik nasib kami dan tak ada harimau disini”


Kalau ada menemukan kucing jantan kecil abu abu
Tolong antarkan dia pulang

Kucing itu akan mencari tempat dimana para harimau betina mengumbar birahi
Beradu dengan harimau jantan

dia berpacu dengan waktu
dia terus mengiau
dan jauh pergi
sebelum betul bentul menjadi kucing
di rumah yang sulit menerimanya hidup
sebagai harimau


jogja 2009