Dia baru saja duduk.Nampaksangat lelah dengan raut muka yang misterius dipertajam dengan garis-garis wajah yang tegas seperti mengalami penderitaan batin dalam. Sesekali dia menatap wajah orang lalu-lalang lantas kembali menunduk.
Seorang tua dengan badan bungkuk, tongkat dan bungkusan plastik kresek hitam yang selalu dirahasiakan apa yang ada didalamnya. Baju compang-camping, sandal beda warna dan ukuran antara kiri dengan kanan yang selalu saja tak pernah mampu ia angkat lebih dari satu sentimeter hingga sangat dihafal irama langkahnya. sreek..sreek..srekk. tidak bisa dicari alasan pembenaran bahwa dia adalah konglomerat yang iseng atau mencari sensasi, dia adalah seorang tua yang menderita dan harus mempertahankan hidup.
Ia akan berada disana lebih pagi ketika hari minggu. Yah, ditrotoar sempit samping toko dan mall bukan untuk belanja. Dia tidak akan salah memilih tempat, cuma dia tidak bisa memungkiri kesalahan bahwa kehidupanya memungkinkan dia untuk seperti itu. Entah masih ada atau tidak karena sudah banyak sekali minggu yang lewat dan saya sudah berada di daerah yang berbeda. Begitulah saya mengingat pengemis tua di Solo.
Dulu, hampir setiap minggu saya melewti jalan itu dan memberikan beberapa keping uang logam (semoga tidak termasuk riya') karena dengan itu kau mendapatkan senyum, panggilan "ndoro" (red: tuan) dan yang paling mengesankan adalah mendapatkan do'a yang saya sendiri kesulitan untuk merangkai kata seperti do'o yang ia lafalkan. seperti lebut dan tulus. sebab dengan itu antara orang yang memberi dan pengemis semacam menjalin hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Tetapi apakah do'a dan sebuah pemberian itu merubah benar-benar keadaan?
Pengemis atau gepeng dimana-mana tak pernah berkurang jumlahnya. Disimpang jalan raya lampu menyala merah, kendaraan pada lajur itu berhenti. Gerombolan gepeng menyebar mengetuk jendela-jendela mobil dengan sesekali menjulurkan tangan ke arah mulut sebagai bahasa tubuh untuk mengatakan bahwa dia belum makan. Pengemis tak mengenal usia dan tak ada kriteria khusus termasuk berat badan atau ketegapan badan juga tidak perlu susah-susah berakting memelas. Cukup menengadahkan tangan di depan orang-orang.
Di sore yang cerah ada beberapa uang logam di kantong dan sedang berhenti di simpang jalan, seorang anak kecil perempuan menghampiri motor satu persatu akhirnya sampailah pada motor saya. Ia mengulurkan tangannya, uang receh 100 rupiah dua keping saya arahkan ke atas tanganya dan melepasnya tetapi SEMPRULLLLLLL !!! begitu uang saya lepaskan tanganya menghidar dan uangnya jatuh ke aspal dan menggelinding entah kemana. Meskipun saya tidak mengkaji tentang segala bahasa tubuh, saya cukup tahu bahwa tindakan itu adalah untuk mengatakan bahwa dia tidak menerima uang receh ratusan. Semprul ! Edan, Tai kebo macam apa ini? Para gepeng sekarang sudah pasang tarif.
Hidup makin sulit, kondisi makin menghimpit maka orang harus kreatif. Dan kemarin sore seorang mengetuk pintu rumah kemudian menyodorkan blangko panitia pembangunan masjid kampung dengan mengharap sumbangan. Ah.. masa orang sekampung tidak bisa mendirikan hanya satu masjid sementara. mereka mampu membangun rumah mereka masing-masing. Kreatif untuk menipu orang lain dengan surat pengantar abal-abal. ah. Kreatif macam apa ini?
Baik saudara.Apakah anda menemukan ke-kreatifan macam ini juga atau ada yang lain?
peduli bukan berarti memberi
BalasHapusmemang ironis mas. sy pernah dikata2in malah krn nggak memberi.
BalasHapus