Minggu, 21 Februari 2010

Kesumat

sedih. goyah aku ngenas
terbayang jemari perempuan
yang melambai. ruas buku-buku retak
dan silang siur garis tangan riuh kusut
tertumbuk pecahan kaca menghalau gerimis batu.
setelah ritual berlalu melebur kecemasanmu
menjadi limbah menggerus nadzarmu terkapar dalam hisapan pasir.

tenangkan hatimu.

sesaji sesaji cinta yang kau taruh didepan pintu rumahku
bertahun telah pecah, karam menepi.

tapi siapa yang tidak iba
melihat kau menyayat pelupukmu
membasuhkan butir garam pada luka
menguliti kelopak kepalamu
lehermu yang terbelit duri duri kawat
darah mengucur membajiri jalan yang kau lewati bersamanya.

coba kau beberkan resahmu
atau beranjak dari kepasrahan

aku tidak bisa, keluhmu
aku berharap serpih serpih salju yang kupanjatkan
akan memberi jawab kesucian nadzar
tak perlu berbalas batu

kau tidak bisa?
aku tahu kau tak menginginkan cemara cemaramu tumbang
petir menghujat tingkahmu
juga jalan pajang retak lengang mengutuk sesal
dan aku kini beku bisu

ku-eja basah sembab pelupukmu
menunggu sesuatu yang tak terwakili kata-kata.

Jogja, feb. 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar