Minggu, 25 April 2010

KEBANGKITAN SASTRA ETNIK


John Naisbitt,Patricia Aburdene, Rederic dan Mery Ann Brussat mengungkapkan bahwa sekarang ini adalah  "zaman kemelekan spiritual". Ada semacam arus besar kebangkitan spiritual yang melanda generasi baru dewasa ini
Malam ini tepatnya tanggal 25 April 2010 ada undangan menarik dari SPS (Studi Pertunjukan Sastra) Jogja tentang sebuah acara perform dan dilanjut dengan bincang-bincang sastra di TBY (Taman Budaya Yogyakarta) yang bertajuk "KEBANGKITAN SASTRA ETNIK". Dengan beberapa sebab saya memutuskan untuk hadir ke TKP (Tempat Kejadian Perkara) sekaligus reuni, karena saya juga pernah mejadi bagian dari SPS.

Sangat menarik dari judul acara tersebut adalah terdapat sastra etnik, awalnya saya merasa bahwa sebenarnya satra etnik ini apa? apakah ada beda dengan sastra daerah? karena yang saya tahu adalah sastra daerah, atau pernah ada sastra etnik sebelumnya namun punah lalu diungkap kembali dan dipentaskan? atau mungkin juga semacam bentuk perkembangan sastra baru?


Rasa penasaran saya akhirnya mendorong saya ke TKP. Banyak sastrawan yang hadir dalam acara itu dengan gaya msing-masing yang unik-unik. dan dipanggung dipenuhi juga performer dari luar daerah Jogja. Pertunjukan pun dimulai, masing-masing performer membawakan beberapa karya dengan gaya-gaya yang unik tetapi yang pasti menarik dengan setting panggung berserak daun jati dan beberapa bingkai kayu dengan desain unik dan dibuat menggantung. Sebelah kanan dan kiri panggung terdapat lentera dari bambu. Dalam pertunjukan kali ini benar-benar membuktikan bahwa sastra adalah lugas tidak ada tedeng aling, meskipun kadang terselip kata-kata sperti "manuk" "tit-tit" tapi aneh tak ada satu pun yang mengolok atas itu. Saya pikir semua yang menghariri pertunjukan ini tidak begitu saja mudah memaknai kata. Bertujukan berlangsung meriah dengan tepuk tangan setiap awal dan akhir perform.

Saya mulai menerka-nerka bukankah ini adalah sastra daerah? tapi disana terdapat sastra etnik. Tetapi terkaan saya terjawab juga di termin diskusi. jadi sastra etnik ini adalah sama dengan sastra daerah hanya saja penuturan dari mereka adalah sastra etnik.

Yang jauh lebih menarik adalah perkembangan sastra nasional atau indonesia atau bahkan dunia ini mengacu pada kebudayaan global, dimana banyak varibel yang mempengaruhi sehingga sastra daerah menjadi agak hilang tergusur oleh satra yang lain dan ini yang menjadi latar belakang pertunjukan ini digelar, yaitu sebagai titik awal kebangkitan sastra etnik. satra etnik dirasa perlu dibangkitkan kembali tentu dengan pengorban pikir dan waktu juga tenaga dan dana mereka. (nguri-uri kabudayan lokal).

Yah, seterusnya mungkin tidak hanya saya, kita semua pasti merasakan bahwa memang nilai-nilai kelokalam kita hampir sirna tergeser oleh kepentingan yang lain seiring perkembangan peradaban. Kita akan lebih senang berbahasa asing daripada bahasa lokal. Kita banyak menghabiskan waktu untuk menyimak beberap kejadian konflik sosial dan politik juga tuntutan kebutuhan ekonomi yang mendesak sehingga terdikte dan harus segera menyusul kemajuan negara lain. Nah mungkin pada titik ini kita akan merasa jenuh dan mulai merindukan ketentraman dan kenyamanan seperti yang diceritakan nenek atau kakek kita tentang kehidupan mereka. kita merindukan bercengkrama dengan keluarga setelah banyak menghabiskan waktu untuk bekerja.
Begitu juga pada pertujukan sastra etnik kali ini, kejenuhan akan perkembangan sastra masakini mengantar pada titik untuk berbalik arah dan membangkitkan sastra etnik kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar